Bagian pertama dari testimony
Jaman orde baru telah diakhiri empat belas tahun yang lalu, yang berarti anak-anak seusia ABG saat ini, mengenal kejayaan orde baru hanya di buku-buku sejarah, atau mungkin mendengar cerita langsung dari ayah.
Demikian juga generasi di atas usia 14 tahun sampai sekitar 26 tahun walaupun pernah mengenyam era orde baru, mereka dalam usia masih bocah yang masih relatif minim daya ingat, namun mungkin hanya foto pak Harto yang masih melekat.
Bagi generasi di atas 26 tahun ke atas, atau yang telah duduk dibangku es em pe, ketika di
era orde baru, mungkin masih kental dalam ingatannya bagaimana kejayaan
orde baru saat itu. Sebuah era dimana pemerintahan mutlak dikuasai oleh
Golkar. Sehingga keberhasilan orde baru dalam pembangunan Indonesia
boleh dipersepsikan sebagai buah dari kerja keras Golkar. Dan sampai
sekarangpun jasa Golkar masih sulit untuk dilupakan oleh sebagian besar
masyarakat. Buktinya Golkar masih di urutan atas diantara sederetan
partai yang eksis di era reformasi saat ini. Itu artinya Golkar memang
hebat dalam mendoktrin masyarakat di segala lapisan.
Salah satu yang paling terkesan dalam ingatan
saya, dan saya yakin ingatan ini hampir seragam seluruh generasi pemuda
angkatan orde baru, yaitu kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan
khususnya tentang pemahaman sejarah Indonesia. Jaman
memang berbeda, di era reformasi saat ini siswa boleh saja bertanya dan
ragu tentang apa yang disampaikan oleh guru. Tetapi di era pemerintahan
Golkar saat itu, pelajaran sejarah di sekolah kebenarannya adalah
mutlak.
Termasuk sejarah yang bertuah tentang
kesuksesan dalam menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) yang mencoba
menguasai Indonesia. PKI menjadi partai terlarang yang dapat mengancam
setiap saat, atau dikenal dengan gejala laten PKI. Oleh karenanya
seluruh masyarakat harus selalu waspada terhadap gejala-gejala gerakan
PKI. Kewaspadaan itu begitu sangat melekat terutama kepada pemuda
sehingga hampir setiap pemuda sangat mudah mengingat gejala-gejala adanya gerakan PKI.
Bahkan saking lihainya pemerintah, tak
jemu-jemu selalu mengharuskan siswa untuk nobar (nonton bareng) film
keganasan PKI di setiap hari Kesaktian Pancasila.
Gejala gejala gerakan PKI yang selalu disampaikan
di buku-buku ataupun di ceramah-ceramah yang sampai saat ini tak mungkin
saya lupakan adalah :
1. Memiliki
jiwa kebersamaan dan militansi yang luar biasa, tak mengenal menyerah.
Sama rasa sama rata, yang artinya kebersamaan itu hal yang utama. Satu
lapar semua lapar, satu miskin semua miskin.
2. Mereka
memanfaatkan petani atau diidentikkan masyarakat kecil, masyarakat yang
mudah di pengaruhi dengan cara menunjukkan fakta-fakta kelemahan
pemerintah. Menggunakan rakyat atau massa sebagai tameng perlawanan.
Rakyat menjadi korban.
3. Memutar balik kebenaran agar masyarakat kacau sehingga tak mampu melihat dan menilai mana yang benar dan mana yang salah.
4. Menyebar berita bohong untuk menambah kisruh dan ketidak tenangan masyarakat.
Itulah gejala – gejala gerakan PKI yang selalu di sosialisasikan oleh pemerintahan Golkar pada saat orde baru. Sehingga
wajar apabila doktrin itu masuk dalam sanubari yang paling dalam dan
dampak yang kita rasakan adalah kebencian yang sangat tinggi terhadap
PKI.
Bagian dua dari testimoni
Di bumi Indonesia saat ini, khususnya
masyarakat bola, baik pelaku, pecinta maupun penggembira bola dalam
kondisi kisruh akut. Kendati sejujurnya di tubuh organisasi dalam hal
ini PSSI berjalan dengan baik tanpa terkecuali timnas Indonesia.
Masyarakat bola Indonesia yang dinaungi oleh
organisasi PSSI yang legalitasnya tak perlu disangsikan lagi oleh dunia,
seolah dalam kondisi carut marut sehingga telah menjadi stigma istilah
dualisme PSSI. Padahal sejatinya PSSI sedang mendapat perlawanan oleh
gerombolan KPSI. Ini tandanya bahwa KPSI berhasil menciptakan persepsi
salah kaprah.
Itulah hebatnya KPSI, sebuah gerombolan yang dikanal bola ini pernah terekspose, terdiri
dari penganut paham partai tangguh di Indonesia yaitu Golkar dan
sederajat. Gerombolan KPSI memang beranggotakan orang-orang yang tangguh
dan memiliki kemampuan :
1. Memiliki
jiwa kebersamaan yang tinggi dan menyebar ke seluruh Indonesia. Prinsip
yang mengerikan adalah tijitibeh - mati siji mati kabeh (mati satu mati
semua).
2. Mereka
mampu menciptakan fanatisme yang luar biasa kepada supporter yang
apabila kita saksikan di layar tivi, rata-rata mereka adalah anak-anak
usia muda yang penuh emosi. Antara usia 14 sampai 26 tahun. Ketika
terdesak supporter yang selalu menjadi tameng gerakannya. Contoh paling
aktual, atas nama bobotoh di piala Lanyala Mataliti harus terselenggara.
3. Rela
mengucurkan dana untuk menciptakan kebingungan masyarakat, dengan
mengikrarkan dualisme PSSI, selalu menunjukkan fakta ganda, kompetisi
ganda, organisasi ganda, timnas ganda agar masyarakat menjadi bingung
dan kacau, bahkan kecenderungannya masyarakat tak dapat melihat mana
yang benar dan mana yang salah. Memutar balik fakta ? terlalu banyak
untuk dicatat.
4. Berita hoax? Sudah banyak cerita dan berita hoax yang selalu diciptakan, dan yang lebih memprihatinkan begitu tanpa bebannya melakukan pembohongan public.
Inilah testimony yang mungkin berguna bagi
generasi usia ABG hingga sekitar 26 tahun, yang saat ini sering
membanjiri stadion. Mudah-mudahan lebih hati-hati dalam menentukan
fanatisme. Gerakan gerombolan perlawanan terhadap PSSI semakin sulit
terkendali. Biarpun Menteri seolah turut peduli akan timnas PSSI, namun
bagi gerombolan pemberoktak PSSI ah……. Itu tergantung hati.
Yang paling mengkawatirkan, melihat gejala
militansi KPSI, bila dalam kondisi terdesak mereka akan rela membawa
supporter di garis depan, sebagai benteng hidup-hidup atas keselamatan
kaumnya.
Semoga tidak terjadi!!